Perlukah suplementasi vitamin dan mineral pada bayi dan anak?

Semua orangtua tentunya menginginkan yang terbaik bagi putra-putrinya. Begitu juga mengenai tambahan vitamin dan mineral pada anak mereka. Tidak jarang orangtua meminta vitamin pada saat kunjungan rutin ke dokter, ataupun saat anak-anak mereka sakit. Vitamin dipercayai dapat meningkatkan nafsu makan, meningkatkan kekebalan tubuh anak dan mempercepat penyembuhan anak yang sakit.

Pada dasarnya pemberian vitamin dan mineral merupakan sebuah suplementasi. Hal ini berarti vitamin dan mineral hanya diberikan pada bayi dan anak yang kebutuhan mikronutriennya tidak terpenuhi dari asupan makanan sehari-hari.  Salah satu cara untuk mendeteksi kekurangan vitamin dan mineral adalah dengan melakukan pemeriksaan marker biokimia mikronutrien tersebut. Pemeriksaan ini memerlukan biaya yang cukup besar dan menimbulkan rasa tidak nyaman karena proses pengambilan darah. Selain itu, kadar vitamin/mineral dalam darah tidak selalu berhubungan dengan keluhan pasien.

Oleh karena itu, dipakailah pedoman yang dikeluarkan oleh World Health Organization (WHO) mengenai suplementasi vitamin dan mineral. Rekomendasi dari WHO ini mencakup pemberian beberapa jenis vitamin dan mineral disesuaikan dengan kondisi negara masing-masing, serta memperhitungkan prevalensi masalah kesehatan tersering pada daerah tersebut.

Vitamin A

Bukti ilmiah menunjukkan suplementasi vitamin A bermanfaat menurunkan angka kematian sebesar 24% dan kematian terkait diare sebesar 28%. Berdasarkan fakta tersebut, maka WHO merekomendasikan pemberian suplementasi vitamin A sebesar 100.000 U pada bayi usia 6-11 bulan, dan vitamin A 200.000 U tiap 4-6 bulan pada anak usia 12-59 bulan. Kabar baiknya, program ini sudah diimplementasikan ke dalam program Kementerian Kesehatan Indonesia setiap bulan Februari dan Agustus (bulan vitamin A).

Vitamin D

American Academy of Pediatrics (AAP) menyarankan bayi sebaiknya tidak terlalu sering terpajan sinar matahari agar tidak berisiko mengidap kanker kulit di kemudian hari. Di lain pihak, sinar matahari sangat penting dalam pembentukan vitamin D yang bermanfaat bagi kesehatan dan pertumbuhan tulang. Oleh karena itu, AAP merekomendasikan pemberian suplementasi vitamin D sebesar 400 IU pada bayi ASI eksklusif, bayi yang minum susu formula < 1 liter sehari, dan anak-anak serta remaja. Bagaimana rekomendasi di Indonesia? Sampai saat ini belum ada bukti ilmiah yang cukup untuk merekomendasikan suplementasi vitamin D secara rutin untuk anak Indonesia.

(Baca juga : Aspek Hormonal Air Susu Ibu)

Zat Besi

Suplementasi mineral yang paling disoroti oleh WHO adalah suplementasi zat besi. Zat besi memiliki peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan otak, meningkatkan daya tahan tubuh serta konsentrasi dan prestasi belajar. Suplementasi zat besi ini disarankan diberikan rutin setiap hari selama 3 bulan setiap tahunnya pada bayi sejak usia 6 bulan. Suplementasi ini terutama ditujukan pada negara dengan prevalensi anemia > 40%. Data Survei  Kesehatan  Rumah  Tangga  (SKRT)  tahun  2012 menyatakan  bahwa prevalensi  anemia (dengan berbagai penyebab)  pada  balita  di Indonesia sebesar  40,5%. Indonesia belum memiliki data prevalens nasional untuk anemia defisiensi besi. Pemberian suplementasi besi secara rutin telah direkomendasikan oleh IDAI dan perlu dikaji efektivitasnya.

Zink

Mineral lain yang penting bagi bayi dan anak-anak adalah zink (seng). Suplementasi zink terbukti dapat menurunkan insidens diare dan pneumonia, mendukung pertumbuhan linear dan memiliki efek positif dalam menurunkan angka kematian terkait penyakit infeksi. Suplementasi zink diberikan rutin selama minimal 2 bulan setiap 6 bulan sekali, pada bayi usia 6-23 bulan.

(Baca juga : ASI Sebagai Pencegah Malnutrisi pada Bayi)

Iodium

Iodium merupakan mineral yang penting untuk pertumbuhan berat dan tinggi badan serta perkembangan kecerdasan otak. Balita yang mengalami kekurangan iodium akan memiliki intelligent quotient (IQ) yang lebih rendah 13,5 poin dibandingkan balita yang cukup iodium. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan akses rumah tangga di Indonesia terhadap garam beriodium sebesar 77,1%. Oleh karena itu, sesuai pedoman WHO suplementasi iodium hanya diberikan pada kelompok balita yang rentan kekurangan iodium.

Vitamin dan mineral lainnya dibutuhkan dalam jumlah kecil, tidak memiliki dampak kesehatan yang besar dan biasanya dapat terpenuhi dari makanan sehari-hari.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa beberapa vitamin dan mineral (bukan multivitamin/mineral) penting dalam mewujudkan tumbuh kembang yang optimal. Meskipun demikian, ada berbagai hal yang dipertimbangkan oleh dokter Anda sebelum akhirnya memberikan suplementasi vitamin dan mineral pada bayi dan anak Anda. Bila bayi dan anak akhirnya mendapatkan suplementasi vitamin/mineral, pastikan bahwa suplementasi tersebut aman dan memang betul dibutuhkan.

Penulis : Dr. Angga Wirahmadi, Sp.A

Reviewer : Dr. Klara Yuliarti,Sp.A(K), MPH

Ikatan Dokter Anak Indonesia

Artikel terkait lainnya :

Demam: Kapan Harus ke Dokter?

Tips Memilih Snack Sehat Untuk Anak

Pemantauan Pertumbuhan Anak

Silahkan bagikan artikel ini jika menurut anda bermanfaat bagi oranglain.